Gorontalo – pelopormedia.id. Sejumlah petani tebu asal Gorontalo akhirnya melaporkan PT. Pabrik Gula (PG) Gorontalo ke Kementerian Pertanian (Kementan) senin 22 September 2025 setelah keluhan mereka terkait ketimpangan harga pembelian tebu tak kunjung ditanggapi di tingkat daerah.
Para petani menilai praktik pembelian tebu oleh pihak pabrik selama ini tidak memenuhi asas keadilan dan justru lebih menguntungkan pihak PG. Gorontalo, Ketimpangan harga ini dianggap merugikan petani secara signifikan, terutama karena perubahan harga pokok pembelian (HPP) yang dilakukan di tengah tahun.
Mereka diterima langsung oleh Plt. Direktur Jenderal Perkebunan, Dr. Abdul Roni Angkat, S.TP., M.Si., didampingi oleh Ketua Kelompok Hukum, Perizinan, dan Humas, Hadi Dafenta, S.H., M.Sc., di Kantor Ditjen Perkebunan pada Senin, 22 September 2025.
Pertemuan ini merupakan arahan langsung dari Menteri Pertanian Andi Amran Sulaiman setelah menerima laporan dari para petani.
Dalam pertemuan tersebut hadir Ketua Asosiasi Petani Tebu Kabupaten Gorontalo, Heri Purnomo; perwakilan petani dari Kabupaten Boalemo, Yatbanar; serta Ketua Kelompok Petani, Agus Ilhami Putra. Mereka juga didampingi oleh tokoh masyarakat dan pimpinan pondok pesantren, di antaranya Bupati Boalemo dan Wakil Bupati Kabupaten Gorontalo, Ahmad Masduki (Rais Syuriyah PCNU Kab. Gorontalo), Abdullah Aniq Nawawi (Katib Syuriyah PWNU Gorontalo), dan Dahlan Usman.
Tuntut Harga Berlaku Sejak Awal Tahun
Dalam audiensi tersebut, petani meminta agar harga baru sebesar Rp660.000 per ton untuk rendemen 7 persen diberlakukan secara retroaktif sejak 1 Januari 2025. Hal ini didasarkan pada Surat B-853/KB.110/E/07/2025 dari Kementan yang menetapkan revisi HPP tahun 2025 untuk wilayah Gorontalo.
Padahal menurut para petani, revisi HPP dilakukan karena adanya koreksi data biaya usahatani—yang kesalahannya bukan berasal dari petani, melainkan dari pihak yang menghitung biaya pokok produksi (BPP). Oleh karena itu, mereka menilai wajar bila ketentuan harga baru berlaku sejak awal tahun.
“Jika keadilan bagi petani Gorontalo ingin ditegakkan, maka semua transaksi tebu pada tahun 2025 harus dihargai sama,” tegas Abdullah Aniq Nawawi.
Desak Addendum Harga.
Hasil Revisi edaran No : B-853 21 Juli 2025 dianggap penting demi melindungi petani dari kerugian akibat perubahan harga di tengah tahun yang tidak transparan.
“Meski dengan cara patungan kami petani Gorontalo datang kesini untuk menyuarakan Aspirasi kami yang sederhana, ingin harga selama Januari – Desember 2025 tidak berubah-ubah, yakni konsisten Rp660.000 per ton di rendemen tujuh persen,” kata Heri.
PG Abaikan Kesepakatan Zoom Meeting
Para petani juga mengungkapkan bahwa dalam rapat virtual yang diadakan tiga minggu lalu bersama Direktur Tanaman Semusim (Plt Dirjen Perkebunan), Kadis Pertanian dan PTSP Provinsi, serta pihak PG dan APTRI, telah dicapai kesepakatan penting, yakni:
Pabrik gula diminta membeli tebu sesuai harga yang ditetapkan Kementan.
Bila dalam satu minggu tidak dipatuhi, maka pemerintah akan menjatuhkan sanksi.
Namun sayangnya, kesepakatan tersebut masih tetap diabaikan oleh pihak pabrik.
Apresiasi untuk Menteri Amran
Di akhir pertemuan, para perwakilan petani menyampaikan apresiasi kepada Menteri Pertanian Andi Amran Sulaiman yang dinilai cepat tanggap terhadap keluhan petani.
“Kami sangat bersyukur dan berterima kasih atas perhatian Pak Mentan. Dengan langsung menginstruksikan kepada Dirjen untuk datang ke Gorontalo mengurusi permasalahan tersebut, rencananya kunjungan tersebut dilaksanakan awal bulan Oktober 2025 mendatang,”ujar Ketua APTRI Kab. Gorontalo.
Para petani berharap, melalui dukungan dari Kementerian Pertanian, hak dan kesejahteraan petani tebu Gorontalo dapat ditegakkan secara adil dan bermartabat.