‎Kompolnas: Pendidikan dan Pengawasan Polri Tak Hanya Soal Akademik, tetapi Juga Fisik dan Mental Kepribadian

Berita, Headline, Jakarta18 Dilihat

Jakarta, pelopormedia.id ||
‎Ketua Harian Komisi Kepolisian Nasional (Kompolnas) Irjen Pol purn Arief Wicaksono menegaskan bahwa penilaian dalam sistem pendidikan Polri tidak semata-mata didasarkan pada capaian akademik. Menurut dia, terdapat tiga unsur utama yang menjadi parameter, yakni kesamaptaan jasmani, akademik, serta mental dan kepribadian.

‎Disampaikan langsung kepada awak media saat bertemu dengan Ketua Harian Kompolnas Irjen Pol purn Arief wicaksono dikantornya Senin 29/12/25 .

‎“Itu cuma nilai akademis saja. Tapi kalau di lembaga pendidikan Polri, baik pendidikan pembentukan, pendidikan pengembangan, maupun pendidikan lanjutan, nilainya ada tiga,” kata Arief.

‎Ia menjelaskan, kesamaptaan jasmani berkaitan dengan kesehatan dan kemampuan fisik anggota. Sementara akademik menyangkut kemampuan intelektual, dan mental kepribadian menilai karakter serta integritas personel. Arief mengakui, aspek mental kepribadian memiliki tingkat subjektivitas paling tinggi dibandingkan dua aspek lainnya.

‎“Nah, ini yang subjektivitasnya tinggi,” ujar Arief.

‎Arief mencontohkan, pada masa pendidikan di Akademi Kepolisian, bobot kesamaptaan jasmani relatif lebih besar. “Misalkan nilainya enam. Jadi semakin kita kuat, lari kita kuat, nilainya makin tinggi. Akademis dua, mental kepribadian dua,” ucapnya. Namun, seiring meningkatnya jenjang pendidikan, proporsi penilaian akademik dan mental kepribadian menjadi lebih besar.

‎Dalam kesempatan itu, Arief juga menjelaskan posisi dan kewenangan Kompolnas sebagai lembaga pengawas fungsional Polri. Ia menegaskan, keberadaan Kompolnas merupakan amanah Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia serta bagian dari agenda reformasi.

‎“Eksistensi Kompolnas itu kan amanah dari undang-undang tahun 2002 tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia,” kata Arief.

‎Arief menambahkan, tugas utama Kompolnas adalah melaksanakan pengawasan fungsional terhadap Polri serta memberikan saran dan masukan kepada Presiden dalam perumusan kebijakan kepolisian. Ia menuturkan, Kompolnas juga menerima saran dan keluhan masyarakat terkait kinerja Polri. Namun, kewenangannya terbatas. “Dasarnya adalah peraturan Menko Polhukam Nomor 2 Tahun 2023. Setelah melalui klarifikasi, validasi, dan verifikasi, baru ditanyakan ke Polri,” ujarnya.

‎Ia menegaskan, Kompolnas tidak memiliki kewenangan menjatuhkan sanksi langsung. “Kita cuma bisa memberikan permintaan klarifikasi. Melebihi waktu 14 hari pun enggak ada sanksi,” kata Arief.

‎Meski demikian, ia menilai kehadiran Kompolnas di daerah tetap berdampak. Menurut Arief, pengawasan langsung sering kali memberi tekanan moral kepada aparat di wilayah. “Saya tembak-tembak dalam tanda petik. Itu mereka ketembak juga,” ujarnya.

‎Arief kemudian menyinggung contoh konkret pengawasan Kompolnas, salah satunya kasus penembakan antaranggota Polri. “Awal saya dilantik, ada polisi nembak polisi. Saya ke sana. Wartawan tanya, apa rekomendasinya?” kata Arief. Saat itu, Kompolnas merekomendasikan evaluasi menyeluruh terhadap kepemilikan dan penggunaan senjata api oleh anggota Polri.

‎“Pertama, tarik dulu semua. Baru pada saat mau di-reissue, harus betul-betul diseleksi,” ujarnya. Rekomendasi tersebut, menurut Arief, akhirnya ditindaklanjuti. “Di akhir tahun 2024, sama Kapolri semua ditarik,” katanya.

‎Selain itu, Arief juga mendorong penggunaan senjata nonmematikan. “Saya kasih masukan harus dipertimbangkan penggunaan non-lethal weapon, senjata yang tidak mematikan, terutama menghadapi kegiatan masyarakat,” ujar dia.

‎Terkait regulasi terbaru, Arief menyinggung Peraturan Polri Nomor 10 Tahun 2025. Ia menyatakan, secara formil aturan tersebut sah. “Secara formil, Perpol 10 Tahun 2025 sudah bisa dilakukan karena sudah diundangkan di Berita Negara,” katanya.

‎Namun, ia mengakui secara sosiologis aturan itu menimbulkan resistensi dan penafsiran berbeda di masyarakat. “Seolah-olah Polri tidak mematuhi putusan MK,” ujar Arief, merujuk pada Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 114.

‎Arief menegaskan, “Kompolnas akan terus menjalankan mandat pengawasan fungsional sesuai undang-undang. Dengan komposisi sembilan anggota yang terdiri atas unsur menteri ex officio dan enam komisioner dari pakar kepolisian serta tokoh masyarakat, Kompolnas diharapkan mampu menjaga akuntabilitas dan profesionalisme Polri di mata publik.”pungkas Irjen pol purn Arief wicaksono

‎*Hans Montolalu*

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *