Polemik Tambang Emas PT BDL, Masyarakat Toruakat Bongkar Fakta Kezoliman

Bolaang Mongondow – pelopormedia.id || Konflik antara PT Bulawan Daya Lestari (BDL) dengan masyarakat Desa Toruakat, Kecamatan Lolayan, kian memanas. Hal ini terungkap dalam rapat dengar pendapat (RDP) yang digelar DPRD Kabupaten Bolaang Mongondow bersama perwakilan masyarakat, pemerintah desa, dan instansi teknis, Kamis (4/9).

Masyarakat Toruakat menuding PT BDL bertindak arogan dengan memperluas area konsesi tambang secara sepihak. Lahan perkebunan adat yang menjadi tulang punggung ekonomi warga disebut telah diserobot tanpa proses musyawarah maupun ganti rugi yang layak.

“Ini bukan hanya soal tambang, tapi soal keberlangsungan hidup kami. Perkebunan dan sawah kami rusak, limbah tambang mencemari lahan, dan kami diusir dari tanah sendiri,” tegas salah satu perwakilan warga dalam RDP.

Dalam forum tersebut, masyarakat menyampaikan sejumlah poin krusial:

Pengakuan dan perlindungan wilayah adat agar tidak masuk ke dalam konsesi perusahaan.

Tanggung jawab PT BDL terhadap kerusakan lingkungan dan hancurnya lahan produktif.

Penghentian segala bentuk intimidasi maupun pengusiran warga yang dilakukan pihak perusahaan.

Tuntutan itu diperkuat karena adanya rekomendasi dari tiga kepala desa (Sangadi) yang ikut memperkeruh suasana dengan menyurat ke Polres Bolmong agar menertibkan dan membersihkan lokasi tersebut dari aktivitas PETI yang dilakukan masyarakat

Kejadian ini mempertegas posisi ketiga kepala desa sebagai pihak yang mewakili perusahaan bukan sebagai pengayom masyarakat desanya

Fakta mengejutkan mencuat dalam RDP, Izin PT BDL ternyata masih dalam tahap pengurusan. Perwakilan Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Bolmong mengakui bahwa dokumen legal perusahaan belum rampung sepenuhnya.

“Perizinannya masih dalam proses. Artinya, operasional perusahaan di lapangan patut dipertanyakan,”

Hal ini menimbulkan pertanyaan besar bagaimana mungkin perusahaan beroperasi dan memperluas area konsesi, sementara dokumen legalnya belum tuntas?

Sejumlah aktivis menilai polemik ini bukan sekadar konflik masyarakat dengan perusahaan, melainkan ada indikasi kepentingan ekonomi-politik yang melibatkan aktor besar. Konsesi tambang emas yang bernilai triliunan rupiah diduga menjadi magnet tarik-menarik kepentingan, sehingga pemerintah daerah dan aparat penegak hukum terkesan lamban menyelesaikan persoalan.

Jika dibiarkan, konflik ini berpotensi meluas dan memicu krisis sosial di wilayah kecamatan Lolayan, mengingat masyarakat adat merasa terancam kehilangan identitas sekaligus mata pencaharian.

Masyarakat kini menaruh harapan pada DPRD Bolmong agar tidak hanya menjadi penonton. Mereka mendesak agar wakil rakyat benar-benar berpihak pada kepentingan warga, bukan pada korporasi.

“DPRD jangan hanya gelar rapat, tapi harus ada keputusan nyata. Kalau perusahaan ini melanggar aturan, cabut izin mereka,” tegas tokoh adat Tourukat.

Konflik tambang emas PT BDL menjadi cermin klasik bagaimana investasi skala besar kerap berbenturan dengan hak-hak masyarakat adat. Pertanyaan penting kini menggantung apakah DPRD Bolmong berani mengambil langkah tegas, atau justru membiarkan tambang berjalan di atas penderitaan rakyat?

Tokoh masyarakat desa Tourukat Toni Datu meminta agar pemerintah provinsi Sulawesi utara lewat pak gubernur agar dapat membantu menyelesaikan keluh kesah masyarakat desa Tourakat

“Kami segera melayangkan surat audiance kepada gubernur Sulut untuk mencari solusi persoalan yang kami alami ” sebut Datu

Datu menambahkan Undang-undang Dasar Negara Republik Indonesia tahun 1945 mengatur adanya hak masyarakat hukum adat, bahkan Undang-Undang Agraria No.5 Tahun 1960 Pasal 3 Negara mengakui adanya Hak Ulayat diseluruh Nusantara.

karena Undang-Undang Agraria tersebut bersumber pada Hukum Adat. Hak ulayat dalam hak bersama dari para anggota masyarakat hukum yang mempunyai ciri genealogis atau teritorial untuk menguasai seluruh tanah seisinya

Dalam lingkungan wilayahnya umumnya hidup dan bertahan dalam masyarakat. Dalam menghadapi masalah tanah Ulayat ini diperlukan kriteria tentang eksistensinya dilihat dari subjek haknya, objek haknya, dalam arti wilayah,batas-batasnya,luasnya,pengelolaanya serta kekuatan berlakunya. Jika batas-batas tanah Ulayat tidak jelas,akan menimbulkan kecendurungan untuk memperluas tanah Ulayat itu. Jika batas tanah sudah ditentukan, disamping hak yang dipunyai oleh masyarakat hukum itu, wajar apabila terhadap hak Ulayatnya dituntut kewajiban masyarakat hukum tersebut untuk memelihara kelestariannya.

Bahkan secara Internasional telah dimuat dalam Deklarasi Perserikatan Bangsa-Bangsa ( PBB ) tentang hak-hak masyarakat adat, (Declarasi on the Right of Indigenous People)

Tonny juga mendambakan Apabila ada komentar dari oknum-oknum tertentu yang mengatakan di Bolaang Mongondow tidak ada tanah adat mereka memiliki niat dan pandangan lain yang dapat menghancurkan masyarakat adat, bahkan sebagai pengingkaran terhadap leluhur orang Mongondow yang dihormati dan dijunjung tinggi sepanjang abad ini

Beberapa toko juga mengatakan bahwa masyarakat desa Tourakat sama sekali tidak mempersoalkan keberadaan PT Bulawan Daya Lestari yang kami persoalkan adalah hak tanah adat kami yang di klaim sepihak masuk dalam kawasan konsesi

Perlu diingatkan adat istiadat ada sebelum pemerintahan itu ada, maka Tanah Ulayat masyarakat adat Tourakat harus dipertahankan.tegas Tonny Jumat (5/9/2025)

(Tim 9)*

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *